Sabtu, 20 Desember 2014

Penerapan Etika Utilitarianisme pada Perusahaan

Penerapan Etika Utilitarianisme pada Perusahaan

ETIKA UTILITARIANISME Adalah suatu kebijaksanaan atau tindakan itu baik dan tepat secara moral jika dan hanya jika kebijaksanaan atau tindakan tersebut mendatangkan manfaat atau keuntungan untuk orang banyak. Etika ini memiliki 3 kriteria antara lain manfaat, manfaat terbesar, dan bagi sebanyak mungkin orang.

PENERAPAN ::

PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang..

Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :
• Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
• Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.

Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata sia-sia.

Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia.

Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi.

Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika bisnis :
• Teori etika utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.
• Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.


Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar kepada para pekerja dianggap tidak layak dan juga telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).

Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini menteri ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua ,tetapi masyarakat papua khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di papua. Justru Amerika lah yang mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau tidak dapat di negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah menasionalisasi PT FI supaya masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat menikmati SDA yang ada di bumi Indonesia.



Ref :
http://devipertiwi.blogspot.com
http://www.scribd.com/doc/18575776/ETIKA-BISNIS
http://www.radarjogja.co.id/ruang-publik/10-opini/22973-menyoal-etika-bisnis-freeport.html

teori etika utilitarianisme

Pendahuluan
     Utilitarianisme dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1784 – 1832). Dalam ajarannya Ultilitarianisme itu pada intinya adalah “ Bagaimana menilai baik atau buruknya kebijaksanaan sospol, ekonomi dan legal secara moral” (bagaimana menilai kebijakan public yang memberikan dampak baik bagi sebanyak mungkin orang secara moral). Etika Ultilitarianisme, kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama – sama bersifat teologis. Artinya keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasar pada baik atau buruknya suatu keputusan.
Pembahasan
1.      Teori Tujuan Perbuatan
     Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang. Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.
2.      NILAI POSITIF ETIKA UTILITARIANISME
   Etika utilitarianisme memiliki daya tarik tersendiri yang melebihi daya tarik etika deontologis. Yang paling mencolok, etika utilitarianisme tidak memaksakan ssesuatu yang asing kepada kita. Etika ini justru mensistematisasikan dan memformulasikan secara jelas apa yang menurut pada penganutnya dilakukan oleh kita dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa sesungguhnya dalam kehidupan kita, dimana kita selalu dihadapkan pada berbagai alternatif dan dilema moral, kita hampir selalu menggunakan pertimbangan diatas. Etika ini menggambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang yang rasional dalam mengambil keputusan, khususnya keputusan moral, termasuk dalam bidang bisnis. Ia merumuskan prosedur dan pertimbangan yang banyak digunakan dalam mengambil sebuah keputusan, khususnya yang menyangkut kepentingan orang banyak.
       Secara lebih khusus, daya tarik ini terutama didasarkan pada tiga nilai positif dari etika ini. Ketiganya berkaitan dengan kriteria dan prinsip yang telah disebutkan. Nilai positif pertama adalah rasionalitasnya, maksudnya prinsip moral yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bisa kita persoalkan keabsahannya. Justru sebaliknya, utilitarianisme memberi kriteria yang objektif mengapa suatu tindakan dianggap baik.
     Kedua, utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Setiap orang dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan hanya memberinya ketiga kriteria objektif dan rasional tadi. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak sesuai dengan cara tertentu yang mungkin tidak diketahuo alasannya mengapa demikian. Jadi, tindakan baik itu kita putuskan dan pilih sendiri berdasarkan kriteria yang rasional bukan sekedar mengikuti tradisi, norma, atau perintah terntentu.
     Ketiga, unsur positif yang lain adalah universalitasnya, yaitu berbada dengan etika teleologi lainnya yang terutama menekankan manfaat bagi diri sendiri atau kelompok sendiri, etika utilitarianisme justru mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai baik secara moral bukan karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi orang yang melakukan, melainkan karena tindakan itu mendatagkan manfaat terbesar bagi semua orang yang terkait, termasuk orang yang melakukan tindakan itu. Karena itu, utilitarianisme tidak bersifat egoistis. Semakin banyak orang yang terkena akibat baik suatu kebijaksanaan atau tindakan, semakin baik tindakan tersebut. Jadi, etika ini tidak mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan kepentingan pribadi atau berdasarkan akibat baiknya demi diri sendiri dan kelompok sendiri.

3.      ANALISA KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN 
           Dalam bidang ekonomi, etika utilitarianisme punya relevansi yang kuat dan dapat ditemukan dalam beberapa teori ekonomi yang populer. Sebut saja misalnya prinsip optimalis dari Pareto, yang menilai baik buruknya suatu sistem ekonomi. Suatu sistem ekonomi akan dinilai lebih baik kalau dalam sistem itu paling kurang satu orang menjadi lebih baik keadaannya dan tidak ada orang yang menjadi lebih buruk keadaannya dibandingkan dengan sistem lainnya. Berdasarkan prinsip ini, pasar misalnya dianggap paling baik karena memungkinkan konsumen memperoleh keuntungan secara maksimal. Dengan kata lain, suatu sistem dinilai lebih baik karena mendatangkan manfaat lebih besar dibandingkan dengan sistem alternatif lainnya.
     Dalam ekonomi, etika utilitarianisme juga relevan dalam konsep efisiensi ekonimi. Prinsip efisiensi menekankan agar dengan menggunakan sumber daya sekecil mungkin dapat dihasilkan produk sebesar-besarnya. Dengan menggunakan sumber daya secara hemat harus bisa dicapai hasil yang maksimal. Karena itu, semua perangkat ekonomi harus dikerahkan sedemikian rupa untuk bisa mencapat hasil terbesar dengan menggunakan sumber daya sekecil mungkin. Ini prinsip dasar etika utilitarianisme.
     Dalam bidang bisnis, etika utilitarianisme juga mempunyai relevansi yang sangat kuat. Secara khusus etika ini diterapkan, secara sadar atau tidak, dalam apa yang dikenal dalam perusahaan sebagai the cost and benefit analysis. Yang intinya berarti etika ini pun digunakan dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan bisnis atau perusahaan, dalam segala aspek.
     Langkah konkrit yang perlu dilakukan dalam membuat sebuah kebijaksanaan bisnis adalah mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya. Semua alternatif kebijaksanaan dan kegiatan itu terutama dipertimbangkan dan dinilai dalam kaitan dengan manfaat bagi kelompok-kelompok yang berkepentingan atau paling kurang, alternatif yang tidak merugikan semua kelompok yang terkait dengan kepentingan tersebut.

1   4.    KELEMAHAN ETIKA UTILITARIANISME
     Dibawah ini menyinggung beberapa kelemahan etika utilitarianisme, tanpa bermaksud melangkah lebih jauh ke dalam pendekatan fisiologis mengenai kelemahan-kelemahan tersebut, yaitu:
a. Manfaat merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Karena, manfaat bagi manusia berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Sebuah tindakan bisnis bisa sangat menguntungkan dan bermanfaat bagi sekelompok orang, tetapi bisa sangat merugikan bagi kelompok lain. Masuknya industri ke daerah pedesaan bisa sangat menguntungkan bagi sebagian penduduk desa, tetapi bahi yang lain justru merugikan karena hilangnya udara bersih dan ketenangan di desa. Mengimpor buah-buahan luar negeri bisa sangat menguntungkan dan bermanfaat bagi konsumen di daerah perkotaan tetapi tindakan yang sama bisa sangat merugikan petani lokal. Maka, suhubungan itu terjadi kesulitan, siapa yang memutuskan kepentingan siapa lebih penting daripada kepentingan orang lain. Siapa yang memutuskan manfaat yang diperoleh kelompok tertentu lebih penting dari pada manfaat yang diperoleh kelompok lain?
b. Persoalan klasik yang lebih filosofis adalah bahwa etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri, dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan keuntungan atau manfaat.
c.  Dalam kaitan dengan itu, etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang. Akibatnya, kendati seseorang mempunya motivasi yang baik dalam melakukan tindakan tertentu, tetapi ternyata membawa kerugian yang besar bagi banyak orang, tindakan itu tetap dinilai tidak baik dan tidak etis. Padahal, dalam banyak kasus, sering kita tidak bisa meramalkan dan menduga secara persis konsekuensi atau akibat dari suatu tindakan. Sangat mungkin terjadi bahwa akibar yang merugikan dari suatu tindakan tidak dilihat sebelumnya dan baru diketahui lama sesudahnya.
d. Variabel yang dinilai tidak semuanya bisa dikuantifikasi. Karena itu, sulit mengukur dan membandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variabel yang ada. Secara khusus sulit untuk menilai dan membandingkan variabel moral yang tidak bisa dikuantifikasi. Polusi udara, hilangnya air bersih, kenyamanan dan keselamatan kerja, kenyamanan produk, dan seterusnya, termasuk nyawa manusia, tidak bisa dikuantifikasi dan sulit bisa dipakai dalam menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan manfaat-manfaat ini.
e.   Seandainya ketiga kriteria dari utilitarianisme sangat bertentanhttps://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3170745908313665698#editor/target=post;postID=3746086615439737938gan, ada kesulitan cukup besar untuk menentukan prioritas diantara ketiganya.
f. Kelemahan paling pokok dari etika utilitarianisme adalah bahwa utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Jadi, kendati suatu tindakan merugikan bahkan melanggar hak dan kepentingan kelompok kecil tertentu, tapi menguntungkan sebagian besar orang yang terkait, tindakan itu tetap dinilai baik dan etis. Artinya, etika utilitarianisme membenarkan penindasan dan ketidakadilan demi manfaat yang diperoleh sebagian besar orang. Dengan hanya mendasarkan diri pada manfaat keseluruhan, etika utilitarianisme membenarkan suatu tindakan, tanpa menghiraukan kenyataan bahwa tindakan yang sama ternyata merugikan segelintir orang tertentu. Jadi, suatu keijaksanaan bisnis akan dinilai baik dan etis kalau menguntungkan.







Link :
http://id.wikipedia.org/wiki/Utilitarianisme
http://softskill16.blogspot.com

http://wahyudieko92.blog.com/2013/10/21/etika-utilitarianisme-dalam-bisnis/

Senin, 10 November 2014

Dirjen Pajak Baru Harus Berani Usut Kasus Pajak Besar di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Katadata, Metta Dharmasaputra, berharap agar Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak yang baru mampu memiliki keberanian untuk mengungkap kasus-kasus pajak berskala besar di Indonesia. Salah satunya adalah penuntasan kasus Asia Agri.

"Saya berharap dirjen pajak yang baru nanti itu memiliki integritas dan keberanian yang sama untuk mengusut kasus-kasus pajak besar di Indonesia," ujar Metta Dharmasaputra dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2014).

Metta memberi contoh soal kasus Asia Agri. Sampai saat ini kasus tersebut masih belum terselesaikan. Perkembangan terakhir kasus ini, pengajuan banding oleh 12 anak perusahaan Asian Agri Group belum diputuskan Pengadilan Pajak. Metta juga mengharapkan pemerintah baru menyelesaikan kasus-kasus lain selain Asian Agri.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, juga mengatakan, figur Dirjen Pajak yang baru haruslah diisi orang yang tepat, karena posisi tersebut merupakan salah satu posisi penting dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Harus punya integritas tinggi, termasuk yang punya sosok panutan Direktorat Jenderal Pajak," ucap Prastowo.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro tengah berburu calon yang kompeten dan berintegritas untuk ditempatkan sebagai direktur jenderal pajak. Dirjen pajak saat ini, Fuad Rahmany, akan memasuki masa pensiun per 1 Desember 2014.


Penulis: Fathur Rochman
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
http://bisniskeuangan.kompas.com

contoh kasus norma

1.Contoh kasus Norma Umum dalam bisnis
Kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN
a.Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
b.Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Norma umum terdiri dari norma santun, hukum dan moral. Contohnya adalah :
a.Nomra santun : Memberi reward kepada perusahaan potensial disuatu negara.
b.Norma hukum : Perusahaan harus membayar pajak.
c.Norma moral : Perusahaan mengadakan event untuk memperingati hari ulang tahun perusahaan.

2.Contoh kasus Etika-Etika Deontologi dan Etika Teologi
Suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontology bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya melainkan karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban si pelaku untuk misalnya menberikan pelayanan terbaik untuk semua konsumennya, untuk mengembalikan hutangnya sesuai dengan perjanjian untuk menawarkan barang dan jasa dengan mutu sebanding dengan harganya.
a. Contoh Kasus Etika Deontologi
Perusahaan tidak melaksanakan operasional perusahaan berdasarkan Standard Operational Procedure (SOP) yang berlaku maka perusahaan dikenai sanksi dari pemerintah.
b. Contoh Kasus Etika Teleologi
Monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.

3.Contoh Kasus bisnis Amoral/Utilitarianisme 
 
Dugaan penggelapan pajak yang dilakukan pihak perusahaan IM3 dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali.Karena itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar.
750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut. Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi. Manajemen juga melakukan konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan dalam kasus tersebut. Pihak pemerintah dan DPR perlu segera membentuk tim auditor independen yang kompeten dan kredibel untuk melakukan audit investigatif atau audit forensik untuk membedah laporan keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi multinasional yang secara sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya bisa dicabut izin operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.
 
sumber :
wikipedia.com
http://asmoodie.blogspot.com

Senin, 23 Juni 2014

pengrtian karya ilmiah



Karya Tulis Ilmiah –biasa disingkat Karya Ilmiah (Scientific Paper)– adalah tulisan atau laporan tertulis yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian suatu masalah oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.
Karya ilmiah sering juga disebut “tulisan akademis” (academic writing) karena biasa ditulis oleh kalangan kampus perguruan tinggi –dosen dan mahasiswa.
Karya ilmiah berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa penjelasan (explanation), prediksi (prediction), dan pengawasan (control).
Karakteristik Karya Ilmiah
Karakteristik karya ilmiah yang membedakannya dengan tulisan non-ilmiah antara lain:
  1. Mengacu pada teori sebagai landasan berpikir (kerangka pemikiran) dalam pembahasan masalah.
  2. Lugas –tidak emosional, bermakna tunggal, tidak menimbulkan interprestasi lain.
  3. Logis –disusun berdasarkan urutan yang konsisten
  4. Efektif –ringkas dan padat.
  5. Efisien – hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami.
  6. Objektif  berdasarkan fakta –setiap informasi dalam kerangka ilmiah selalu apa adanya,
sebenarnya, dan konkret.
  1. Sistematis –baik penulisan dan pembahasan
sesuai dengan prosedur dan sistem yang berlaku.
Jenis-Jenis Karya Tulis Ilmiah
1. Artikel
Dalam istilah
jurnalistik, artikel adalah tulisan berisi pendapat subjektif penulisanya tentang suatu masalah atau peristiwa. Dalam konteks ilmiah, artikel adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau buku kumpulan artikel yang ditulis dengan tata cara ilmiah dan mengikuti pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati. Artikel ilmiah diangkat dari hasil pemikiran dan kajian pustaka atau hasil pengembangan proyek.
Sistematika Artikel:
  1. Judul
  2. Nama Penulis – tanpa gelar akademik
  3. Abstrak –ringkasan tulisan, gambaran umum isi artikel.
  4. Kata Kunci –3-5 keywords.
  5. Pendahuluan — latar belakang masalah dan rumusan singkat (1-2 kalimat) pokok bahasan dan tujuannya.
  6. Kerangka Teori (Kajian Teori) –dasar teori yang menjadi acuan.
  7. Pembahasan –kupasan, analisis, argumentasi, komparasi, keputusan, dan pendirian atau sikap penulis
  8. Penutup – simpulan dan saran
  9. Daftar Pustaka
2. Makalah
Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Makalah biasanya disajikan dalam sebuah seminar atau dipresentasikan di kelas (tugas perkuliahan).
Makalah juga diartikan sebagai karya ilmiah mahasiswa mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup suatu perkuliahan. Makalah mahasiswa umumnya merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan suatu perkuliahan, baik berupa kajian pustaka maupun hasil kegiatan perkuliahan lapangan.
Pengertian yang lain dari makalah adalah karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau topik tertentu yang ditulis secara sistematis dan runtut dengan disertasi analisis yang logis dan objektif. Makalah ditulis untuk memenuhi tugas terstruktur yang diberikan oleh dosen atau ditulis atas inisiatif sendiri untuk disajikan dalam forum ilmiah.
Sistematika Makalah:
  1. Pendahuluan
  2. Pembahasan
  3. Kesimpulan
3. Kertas Kerja
Kertas kerja (work paper) pada prinsipnya sama dengan makalah, namun dibuat dengan analisis lebih dalam dan tajam dan dipresentasikan pada seminar atau lokakarya yang biasanya dihadiri oleh ilmuwan. Kertas kerja itu menjadi acuan untuk tujuan tertentu dan bisa diterima atau dimentahkan oleh forum ilmiah.
4. Paper
Paper adalah sebutan khusus untuk makalah di kalangan akademisi (mahasiswa) dalam kaitannya dengan pembelajaran dan pendidikannya sebelum menyelesaikan jenjang studi (Diploma/S1/S2/S3). Sistematika penulisannya sama dengan artikel atau makalah, tergantung panduan yang berlaku di perguruan tinggi masing-masing.
5. Skripsi
Skripsi adalah karya tulis ilmiah mahasiswa untuk menyelesaikan jenjang studi S1 (Sarjana). Skripsi berisi tulisan sistematis yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendaagt (teori) orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian langsung (obsevasi lapangan, atau percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di bidang spesialisasinya.
6. Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah mahasiswa untuk menyelesaikan jenjang studi S2 (Pasca Sarjana) yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.
7. Disertasi
Disertasi –disebut juga “Ph.D Thesis”– adalah karya tulis ilmiah mahasiswa untuk menyelesaikan jenjang studi S3 (meraih gelar Doktor/Dr) yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci). Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri, yang berupa temuan orisinal.
8. Artikel Ilmiah Populer
Selain ketujuh jenis karya ilmiah, ada juga yang disebut artikel ilmiah populer, yaitu artikel ilmiah yang ditulis dengan gaya bahasa populer (bahasa
media/bahasa jurnalistik) untuk dimuat di media massa (suratkabar, majalah, tabloid).
Berbeda dengan artikel ilmiah, artikel ilmiah popular tidak terikat secara ketat dengan aturan penulisan ilmiah. Artikel ilmiah ditulis lebih bersifat umum, untuk konsumsi publik. Dinamakan ilmiah populer karena ditulis bukan untuk keperluan akademik, tetapi untuk “dikomunikasikan” kepada publik melalui media massa.
Artikel ilmiah populer bisa hasil penelitian ilmiah, namun disajikan dengan lebih ringkas dan lugas, bisa pula dibuat berdasarkan berpikir deduktif atau induktif, atau gabungan keduanya yang bisa ‘dibungkus’ dengan opini penulis. Wasalam. (www.komunikasipraktis.com).*
Referensi:
  1. Dwiloka, Bambang. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Penerbit Rineka Cipta
  2. Hariwijaya, M. 2008. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi. Tugu Publisher
  3. Farkhan, M. 2006. Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Penerbit Cella.
  4. Sudjana, N. 1988. Tuntunan penyusunan karya ilmiah: makalah-skripsi-tesis-disertasi. Sinar Baru.
  5. Nasuhi, H. . dkk. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)Jakarta: CeQDA