Sabtu, 20 Desember 2014

Penerapan Etika Utilitarianisme pada Perusahaan

Penerapan Etika Utilitarianisme pada Perusahaan

ETIKA UTILITARIANISME Adalah suatu kebijaksanaan atau tindakan itu baik dan tepat secara moral jika dan hanya jika kebijaksanaan atau tindakan tersebut mendatangkan manfaat atau keuntungan untuk orang banyak. Etika ini memiliki 3 kriteria antara lain manfaat, manfaat terbesar, dan bagi sebanyak mungkin orang.

PENERAPAN ::

PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang..

Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :
• Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
• Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.

Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata sia-sia.

Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia.

Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi.

Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika bisnis :
• Teori etika utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.
• Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.


Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar kepada para pekerja dianggap tidak layak dan juga telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).

Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini menteri ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua ,tetapi masyarakat papua khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di papua. Justru Amerika lah yang mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau tidak dapat di negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah menasionalisasi PT FI supaya masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat menikmati SDA yang ada di bumi Indonesia.



Ref :
http://devipertiwi.blogspot.com
http://www.scribd.com/doc/18575776/ETIKA-BISNIS
http://www.radarjogja.co.id/ruang-publik/10-opini/22973-menyoal-etika-bisnis-freeport.html

teori etika utilitarianisme

Pendahuluan
     Utilitarianisme dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1784 – 1832). Dalam ajarannya Ultilitarianisme itu pada intinya adalah “ Bagaimana menilai baik atau buruknya kebijaksanaan sospol, ekonomi dan legal secara moral” (bagaimana menilai kebijakan public yang memberikan dampak baik bagi sebanyak mungkin orang secara moral). Etika Ultilitarianisme, kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama – sama bersifat teologis. Artinya keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasar pada baik atau buruknya suatu keputusan.
Pembahasan
1.      Teori Tujuan Perbuatan
     Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang. Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.
2.      NILAI POSITIF ETIKA UTILITARIANISME
   Etika utilitarianisme memiliki daya tarik tersendiri yang melebihi daya tarik etika deontologis. Yang paling mencolok, etika utilitarianisme tidak memaksakan ssesuatu yang asing kepada kita. Etika ini justru mensistematisasikan dan memformulasikan secara jelas apa yang menurut pada penganutnya dilakukan oleh kita dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa sesungguhnya dalam kehidupan kita, dimana kita selalu dihadapkan pada berbagai alternatif dan dilema moral, kita hampir selalu menggunakan pertimbangan diatas. Etika ini menggambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang yang rasional dalam mengambil keputusan, khususnya keputusan moral, termasuk dalam bidang bisnis. Ia merumuskan prosedur dan pertimbangan yang banyak digunakan dalam mengambil sebuah keputusan, khususnya yang menyangkut kepentingan orang banyak.
       Secara lebih khusus, daya tarik ini terutama didasarkan pada tiga nilai positif dari etika ini. Ketiganya berkaitan dengan kriteria dan prinsip yang telah disebutkan. Nilai positif pertama adalah rasionalitasnya, maksudnya prinsip moral yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bisa kita persoalkan keabsahannya. Justru sebaliknya, utilitarianisme memberi kriteria yang objektif mengapa suatu tindakan dianggap baik.
     Kedua, utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Setiap orang dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan hanya memberinya ketiga kriteria objektif dan rasional tadi. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak sesuai dengan cara tertentu yang mungkin tidak diketahuo alasannya mengapa demikian. Jadi, tindakan baik itu kita putuskan dan pilih sendiri berdasarkan kriteria yang rasional bukan sekedar mengikuti tradisi, norma, atau perintah terntentu.
     Ketiga, unsur positif yang lain adalah universalitasnya, yaitu berbada dengan etika teleologi lainnya yang terutama menekankan manfaat bagi diri sendiri atau kelompok sendiri, etika utilitarianisme justru mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai baik secara moral bukan karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi orang yang melakukan, melainkan karena tindakan itu mendatagkan manfaat terbesar bagi semua orang yang terkait, termasuk orang yang melakukan tindakan itu. Karena itu, utilitarianisme tidak bersifat egoistis. Semakin banyak orang yang terkena akibat baik suatu kebijaksanaan atau tindakan, semakin baik tindakan tersebut. Jadi, etika ini tidak mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan kepentingan pribadi atau berdasarkan akibat baiknya demi diri sendiri dan kelompok sendiri.

3.      ANALISA KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN 
           Dalam bidang ekonomi, etika utilitarianisme punya relevansi yang kuat dan dapat ditemukan dalam beberapa teori ekonomi yang populer. Sebut saja misalnya prinsip optimalis dari Pareto, yang menilai baik buruknya suatu sistem ekonomi. Suatu sistem ekonomi akan dinilai lebih baik kalau dalam sistem itu paling kurang satu orang menjadi lebih baik keadaannya dan tidak ada orang yang menjadi lebih buruk keadaannya dibandingkan dengan sistem lainnya. Berdasarkan prinsip ini, pasar misalnya dianggap paling baik karena memungkinkan konsumen memperoleh keuntungan secara maksimal. Dengan kata lain, suatu sistem dinilai lebih baik karena mendatangkan manfaat lebih besar dibandingkan dengan sistem alternatif lainnya.
     Dalam ekonomi, etika utilitarianisme juga relevan dalam konsep efisiensi ekonimi. Prinsip efisiensi menekankan agar dengan menggunakan sumber daya sekecil mungkin dapat dihasilkan produk sebesar-besarnya. Dengan menggunakan sumber daya secara hemat harus bisa dicapai hasil yang maksimal. Karena itu, semua perangkat ekonomi harus dikerahkan sedemikian rupa untuk bisa mencapat hasil terbesar dengan menggunakan sumber daya sekecil mungkin. Ini prinsip dasar etika utilitarianisme.
     Dalam bidang bisnis, etika utilitarianisme juga mempunyai relevansi yang sangat kuat. Secara khusus etika ini diterapkan, secara sadar atau tidak, dalam apa yang dikenal dalam perusahaan sebagai the cost and benefit analysis. Yang intinya berarti etika ini pun digunakan dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan bisnis atau perusahaan, dalam segala aspek.
     Langkah konkrit yang perlu dilakukan dalam membuat sebuah kebijaksanaan bisnis adalah mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya. Semua alternatif kebijaksanaan dan kegiatan itu terutama dipertimbangkan dan dinilai dalam kaitan dengan manfaat bagi kelompok-kelompok yang berkepentingan atau paling kurang, alternatif yang tidak merugikan semua kelompok yang terkait dengan kepentingan tersebut.

1   4.    KELEMAHAN ETIKA UTILITARIANISME
     Dibawah ini menyinggung beberapa kelemahan etika utilitarianisme, tanpa bermaksud melangkah lebih jauh ke dalam pendekatan fisiologis mengenai kelemahan-kelemahan tersebut, yaitu:
a. Manfaat merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Karena, manfaat bagi manusia berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Sebuah tindakan bisnis bisa sangat menguntungkan dan bermanfaat bagi sekelompok orang, tetapi bisa sangat merugikan bagi kelompok lain. Masuknya industri ke daerah pedesaan bisa sangat menguntungkan bagi sebagian penduduk desa, tetapi bahi yang lain justru merugikan karena hilangnya udara bersih dan ketenangan di desa. Mengimpor buah-buahan luar negeri bisa sangat menguntungkan dan bermanfaat bagi konsumen di daerah perkotaan tetapi tindakan yang sama bisa sangat merugikan petani lokal. Maka, suhubungan itu terjadi kesulitan, siapa yang memutuskan kepentingan siapa lebih penting daripada kepentingan orang lain. Siapa yang memutuskan manfaat yang diperoleh kelompok tertentu lebih penting dari pada manfaat yang diperoleh kelompok lain?
b. Persoalan klasik yang lebih filosofis adalah bahwa etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri, dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan keuntungan atau manfaat.
c.  Dalam kaitan dengan itu, etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang. Akibatnya, kendati seseorang mempunya motivasi yang baik dalam melakukan tindakan tertentu, tetapi ternyata membawa kerugian yang besar bagi banyak orang, tindakan itu tetap dinilai tidak baik dan tidak etis. Padahal, dalam banyak kasus, sering kita tidak bisa meramalkan dan menduga secara persis konsekuensi atau akibat dari suatu tindakan. Sangat mungkin terjadi bahwa akibar yang merugikan dari suatu tindakan tidak dilihat sebelumnya dan baru diketahui lama sesudahnya.
d. Variabel yang dinilai tidak semuanya bisa dikuantifikasi. Karena itu, sulit mengukur dan membandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variabel yang ada. Secara khusus sulit untuk menilai dan membandingkan variabel moral yang tidak bisa dikuantifikasi. Polusi udara, hilangnya air bersih, kenyamanan dan keselamatan kerja, kenyamanan produk, dan seterusnya, termasuk nyawa manusia, tidak bisa dikuantifikasi dan sulit bisa dipakai dalam menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan manfaat-manfaat ini.
e.   Seandainya ketiga kriteria dari utilitarianisme sangat bertentanhttps://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3170745908313665698#editor/target=post;postID=3746086615439737938gan, ada kesulitan cukup besar untuk menentukan prioritas diantara ketiganya.
f. Kelemahan paling pokok dari etika utilitarianisme adalah bahwa utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Jadi, kendati suatu tindakan merugikan bahkan melanggar hak dan kepentingan kelompok kecil tertentu, tapi menguntungkan sebagian besar orang yang terkait, tindakan itu tetap dinilai baik dan etis. Artinya, etika utilitarianisme membenarkan penindasan dan ketidakadilan demi manfaat yang diperoleh sebagian besar orang. Dengan hanya mendasarkan diri pada manfaat keseluruhan, etika utilitarianisme membenarkan suatu tindakan, tanpa menghiraukan kenyataan bahwa tindakan yang sama ternyata merugikan segelintir orang tertentu. Jadi, suatu keijaksanaan bisnis akan dinilai baik dan etis kalau menguntungkan.







Link :
http://id.wikipedia.org/wiki/Utilitarianisme
http://softskill16.blogspot.com

http://wahyudieko92.blog.com/2013/10/21/etika-utilitarianisme-dalam-bisnis/